MAKALAH
Sistem Pengupahan Tenaga Kerja
“Makalah ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Kelulusan Mata Ku;iah K3&Ketenagakerjaan”
Disusun Oleh: Tatan Rustandi
Nim: 1004625
Jurusan: Fakultas Pendidikan Teknologi Dan Kejuruan
D3 Teknik Elektro
Universitas Pendidikan Indonesia
2011
KATA PENGANTAR
Segala fuji dan syukur penulis panjatkan kepada illahi rabbi yakni Allah SWT,karena dengan rahmat dan hidayahnya penulis diberikan kemudahan untuk menyelesaikan makalah ini,mungkin tanpa pertolongan dia penulis tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan, baik yang dating dari diri penyusun maupun dari luar,namun dengan penuh kesabaran dan keyakinan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselaikan.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu kelulusan mata kuliah K3&Ketenagakerjaan dengan judul “Sistem Pengupahan Tenaga Kerja”,dan sengaja dipilih karena menarik perhatian penyusun untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang perduli terhadap tenaga kerja.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah K3&Ketenagakerjaan yakni bapak Maman Somantri,Spd.MT, yang telah memberikan materinya dan juga membantu penyusun agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca, walaupun penyusun sadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan,mohon agar dapat dimaklumi dan penyusun mohon saran dan kritiknya.
Terima kasih.
Bandung, januari 2011
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………...ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah…………………………………………………………...1
B.Identifikasi Masalah……………………………………………………………......2
C.Pembatasan Masalah………………………………………………………….........2
D.Perumusan Masalah…………………………………………………………...…...2
BAB 2 PEMBAHASAN
A.Undang-Undang Ketenagakerjaan no.13 Tahun 2003 Tentang Pengupahan……..3
B.Upah Tenaga Kerja dan Konsentrasi Sektor Industri……………………………..5
C. Definisi Upah…………………………………………………………………......8
D.Perbandingan Upah Tenaga Kerja Indonesia Dengan Negara Lain……………...10
E.Upah Tenaga Kerja Asing………………………………………………………...10
BAB 3 PENUTUP
A.Kesimpulan……………………………………………………………………….12
B.Saran……………………………………………………………………………...12
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..13
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Undang-Undang no.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan:
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian,kesepakatan dan perundang-undangan,termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atassuatu pekerja dan/atau jasayang telah atau akan dilakukan.
Sistem Pengupahan Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 .
Peraturan ketenagakerjaan melarang pengusaha melakukan diskriminasi pemberian upah terhadap para pekerja karena jenis kelamin, suku, agama dan juga status pekerja, misalnya sebagai pekerja kontrak. Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan, bahwa: “Setiap pekerja/ buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 serta peraturan pelaksanaannya yang antara lain dituangkan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja harus dipahami dan dipatuhi oleh semua pihak yang terkait dengan hubungan kerja, hal ini disebabkan dalam perjanjian kerja merupakan dasar ampo bagi masing-masing pihak bila terjadi perselisihan dikemudian hari, maka penyusunan perjanjian kerja yang benar dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku merupakan hal yang sangat penting dan strategis.
1
B. Identifikasi Masalah (Latar Belakang Masalah)
Sesuai dengan judul makalah ini yakni “Sistem Pengupahan Tenaga Kerja”, maka masalahnya dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Bagaimana cara agar ampon pengupahan tenaga kerja sesuai dengan Undang-Undang no.13 tahun 2003.
2. Bagaimana cara agar tidak terjadi diskriminasi terhadap tenaga kerja tentang pengupahan.
C. Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan,maka masalah yang dibahas dibatasi pada masalah:
1. Cara agar system pengupahan tenaga kerja sesuai dengan Undang-Undang no.13 tahun 2003.
2. Cara agar tidak terjadi diskriminasi terhadap tenaga kerja tentang pengupahan.
D. Perumusan Masalah
Berdasrkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut,maka masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana deskripsi agar system pengupahan tenaga kerja sesuai dengan Undang-Undang no.13 tahun 2003.
2. Bagaimana deskripsi agar tidak terjadi diskriminasi terhadap tenaga kerja tentang system pengupahan.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
E. Undang-Undang Ketenagakerjaan no.13 tahun 2003 Tentang pengupahan
Undang-Undang ketenagakerjaan no.13 tahun 2003 bab vii bagian 2 pengupahan sebagai berikut:
Pasal 109
(1) Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang layak bagi kemanusiaan.
(2) Untuk mewujudkan penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah menetapkan perlindungan pengupahan bagi pekerja.
(3) Perwujudan penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Pemerintah menetapkan upah minimum atas dasar kebutuhan hidup layak.
Pasal 112
(1) Ketentuan mengenai penghasilan yang layak dan perlindungan pengupahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1), ayat (2), dan ayat (6), serta pengaturan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Tata cara penetapan, jenis komponen, dan ketentuan mengenai besarnya upah minimum ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 113
(1) Upah di atas upah minimum ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.
(2) Dalam penetapan upah, pengusaha dilarang melakukan diskriminasi atas dasar apapun untuk pekerjaan yang sama nilainya.
Pasal 114
(1) Upah tidak dibayar apabila pekerja tidak melakukan pekerjaan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dan pengusaha wajib membayar upah apabila :
3
a. pekerja sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
b. pekerja tidak masuk bekerja karena berhalangan
c. pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap ampon;
d. pekerja tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
e. pekerja bersedia melakukan pekerjaan yang telah diperjanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang dialami pengusaha;
f. pekerja melaksanakan hak istirahat dan cuti;
g. pekerja melaksanakan tugas organisasi pekerja atas persetujuan pengusaha.
(3) Ketentuan mengenai ampong, tata cara, dan besarnya pembayaran upah pekerja karena berhalangan melakukan pekerjaan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 115
(1) Untuk memberikan saran dan pertimbangan dalam penetapan kebijakan pengupahan oleh Pemerintah, dibentuk Dewan Pengupahan tingkat Nasional dan Daerah.
(2) Anggota Dewan Pengupahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari wakil pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja, perguruan tinggi dan pakar.
(3) Anggota Dewan Pengupahan tingkat Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, sedangkan anggota Dewan Pengupahan tingkat Daerah diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
(4) Tata cara pembentukan dan pengangkatananggota, tugas, dan tata kerja Dewan Pengupahan sebagaimana diamksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut oleh Menteri.
4
B.Upah Tenaga Kerja dan Konsentrasi Sektor Industri
Hasil telaah singkat ini masih mengundang penelitian-penelitian yang lebih mendalam tentang sebab-sebab perbedaan upah pada berbagai Negara ekonomi baik karena perbedaan-perbedaan keterampilan, pendidikan, lokasi (wilayah), jenis kelamin, pengalaman, dan negara-faktor institusional lainnya. Namun, beberapa kesimpulan masih dapat ditarik. Pertama, terdapat tanda-tanda masih ada relevansi teori upah terhadap realitas di Indonesia. Masalahnya, mungkin menerjemahkan apa yang dimaksudkan dengan pengertian relevansi tersebut. Dalam studi ini setidak-tidaknya pengertian relevansi itu adalah memberikan petunjuk terhadap apa dan bagaimana melakukannya, kemudian barulah melihat hasilnya. Beberapa bukti menunjukkan bahwa apa yang dikemukakan oleh Adam Smith lebih 200 tahun yang lalu dapat ditemukan di Indonesia. Lapisan pekerja terbawah pada umumnya tidak dan kurang terampil dan dari waktu ke waktu tingkat upahnya secara nyata tidak banyak berubah malah mengalami penurunan secara terus-menerus. Bila sewaktu-waktu dilakukan penyesuaian, tindakan ini dapat memperkuat keadaan ketimpangan yang telah ada. Gejala-gejala ini tidak hanya pada pertanian sebagai negara tradisional, tetapi juga terdapat pada sektor industri. Sebagian besar tenaga kerja merupakan masyarakat yang sedang melakukan maraton mengejar kaki langit,hamper tak bergerak dalam arti daya beli dan mungkin inilah yang disebut sebagai tingkat upah sekadar dapat hidup.
Apabila dilakukan segmentasi, sebagaimana pada kasus pada sector industry sedang dan besar, semakin jelas terlihat bahwa semakin sedikit bagian tenaga kerja yang dapat menikmati tingkat upah yang relatif tinggi. Tetapi sebaliknya, semakin terjadi persaingan keras untuk memperebutkan tingkat upah yang rendah. Keadaan ini dipertajam dengan semakin tingginya menyebabkan kebutuhan kualitas tenaga kerja yang semakin tinggi, penggunaan kapital, dan teknologi. Hal ini telah diramalkan dan dapat dijelaskan melalui berbagai teori.
Kesimpulan kedua, lebih bersifat implikasi yaitu terjadinya konsentrasi tanpa diimbangi kekuatan lain dapat diperkirakan akan bersifat kumulatif dan kolusif. Sifat terakhir ini mungkin lebih berbahaya dari pada onopoli. Diharapkan pemerintah akan dapat mengimbanginya, tetapi lingkupnya yang sangat luas, misalnya dalam masalah upah sehingga tidak mungkin pemerintah dapat mengendalikannya secara efektif.
Salah satu kekuatan lain yang mulai bangkit adalah Organisasi Serikat Buruh yang kuat dan bertanggung jawab untuk upah tenaga kerja sehingga berbagai ketimpangan dapat dikurangi sementara hasrat meningkatkan produktivitas tetap tidak diabaikan
Perkembangan dan Pendalaman Struktur Industri di Indonesia.
Perkembangan dan Pendalaman Struktur Industri di Indonesia.
Perkembangan perubahan struktur ekonomi Indonesia selama waktu yang diteliti dalam makalah ini relatif lambat, jika dilihat pergeseran dari sector A ke sektor M dan S. Proses industrialisasi Indonesia masih tertinggal dari negeri-negeri ASEAN, apalagi dengan negeri Korea Selatan. Hal ini terlihat dengan jelas dan andil nilai tambah sektor industri pengolahan terhadap PDB dan nilai tambah per kapita sektor industri pengolahan yang masih ampong rendah. Namun, potensi-potensi ekonomi dan industri indonesia masih luas, baik dari segi sumber daya yang masih menganggur maupun jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang besar sebagai salah satu faktor produksi, juga sebagai pasar yang luas, tetapi permintaan efektifnya masih rendah terhadap berbagai barang industri modern. Pengembangan industri di dalam negeri yang mendorong tingkat harga yang mahal haruslah dipikirkan dengan cermat karena pasar di dalam negeri relatif cepat jenuh. Hal ini bukan karena ekonomi dalam keadaan depresi saja, tetapi karena daya beli masyarakat yang rendah. Setiap barang mempunyai segmentasi pasar, malah dalam beberapa hal memperlihatkan kondisi ekonomi yang dualistic.Keadaan ekonomi yang terbelah ini dapat dipertajam oleh aspek teknologi yang kurang dipertimbangkan sehingga sektor formal industri kurang mampu menyerap tenaga kerja sebagaimana yang diharapkan. Penggunaan teknologi padat modal dalam rangka kelangsungan proses industrialisasi di Indonesia tidak dapat dihindarkan, tetapi dengan memperhatikan jumlah tenaga kerja yang menganggur maka penggunaan teknologi produksi sejauh mungkin mempertimbangkan faktor dan kondisi ini.
Pengembangan industri selama dekade 1970-an kurang berkaitan sehingga beberapa industri yang seyogianya mempunyai BLR dan FLR relatif tinggi ternyata rendah. Hal ini merupakan tantangan proses industrialisasi baik sekarang maupun di masa yang akan datang. Dengan mengembangkan industri yang keterkaitannya relatif tinggi,tidak dapat tidak akan menunjang tingkat efisiensi industri yang lebih tinggi dan mendukung daya saing pasar komoditinya.
6
Diperkuatnya kembali orientasi ekspor ekspor dalam negeri untuk kepentingan menopang kebutuhan neraca pembayaran,
menciptakan nilai tambah, dan membuka kesempatan kerja dan membuka peluang-peluang baru dengan tidak mengabaikan kesulitan dalam mengundang investor dan pasar yang harus bersaing keras.
Hal ini tidak dapat dihindarkan, kalau komoditi yang akan diproduksi Indonesia telah terlebih dahulu dikuasai negeri-negeri maju.
Pemasaran barang-barang tersebut lazimnya dikuasai oleh perusahaan monopologi dan oligopoli internasional yang sangat tangguh. Jadi, kalau Indonesia ingin ke sana, masalah rintangan masuk (barrier to entry) tidak dapat dihindarkan. Oleh karena itu, usaha pertama adalah bergabung dengan mereka. Ini membutuhkan garansi, bukan hanya sekadar rangsangan-rangsangan ekonomis saja. Semua negeri yang sedang berkembang dewasa ini sedang berlomba memberikannya, namun berbagai daya tarik investor mungkin terletak di luar itu.
Secara berangsur-angsur telah terlihat pendalaman struktur industri Indonesia. Namun demikian, terlihat gejala-gejala kesempatan kerja yang kurang proporsional, oleh karena pergeseran struktur internal industri pengolahan cenderung semakin padat modal. Dalam hal ini masalah trade off tidak dapat dihindarkan, namun pertimbangan mana yang akan dipilih tentunya tidak terlepas dari kondisi objektif Indonesia. Sementara itu, berlangsungnya proses pendalaman struktur industri Indonesia telah mendorong permintaan terhadap kebutuhan impor yang semakin tinggi baik dalam hal barang-barang modal, bahan baku, dan bahan penolong.
7
C.Definisi Upah
Pemberian upah kepada tenaga kerja dalam suatu kegiatan produksi pada dasarnya
merupakan imbalan/balas jasa dari para produsen kepada tenaga kerja atas prestasinya
yang telah disumbangkan dalam kegiatan produksi. Upah tenaga kerja yang diberikan
tergantung pada:
a) Biaya keperluan hidup minimum pekerja dan keluarganya.
b) Peraturan undang-undang yang mengikat tentang upah minimum pekerja
merupakan imbalan/balas jasa dari para produsen kepada tenaga kerja atas prestasinya
yang telah disumbangkan dalam kegiatan produksi. Upah tenaga kerja yang diberikan
tergantung pada:
a) Biaya keperluan hidup minimum pekerja dan keluarganya.
b) Peraturan undang-undang yang mengikat tentang upah minimum pekerja
(UMR).
c) Produktivitas marginal tenaga kerja.
d) Tekanan yang dapat diberikan oleh serikat buruh dan serikat pengusaha.
e) Perbedaan jenis pekerjaan.
c) Produktivitas marginal tenaga kerja.
d) Tekanan yang dapat diberikan oleh serikat buruh dan serikat pengusaha.
e) Perbedaan jenis pekerjaan.
Upah yang diberikan oleh para pengusaha secara teoritis dianggap sebagai harga dari
tenaga yang dikorbankan pekerja untuk kepentingan produksi. Sehubungan dengan hal
itu maka upah yang diterima pekerja dapat dibedakan dua macam yaitu:
Upah Nominal, yaitu sejumlah upah yang dinyatakan dalam bentuk uang yang diterima
secara rutin oleh para pekerja.
Upah Riil , adalah kemampuan upah nominal yang diterima oleh para pekerja jika
ditukarkan dengan barang dan jasa, yang diukur berdasarkan banyaknya barang dan jasa
yang amp didapatkan dari pertukaran tersebut.
yang amp didapatkan dari pertukaran tersebut.
Upah Minimum Regional adalah suatu upah minimum yang digunakan oleh para pelaku pengusaha untuk memberikan upah dalam bentuk uang kepada pekerja/buruh ,di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Pemerintah mengatur pengupahan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/Men/1989 tanggal 29 Mei 1989 tentang Upah Minimum.
Penetapan upah dilaksanakan setiap tahun melalui proses yang panjang. Mula-mula Dewan Pengupahan Daerah (DPD) yang terdiri dari akademisi,mengadakan rapat, membentuk kepanitiaan dan turun ke lapangan mencari tahu sejumlah kebutuhan yang dibutuhkan oleh pegawai, karyawan dan buruh. Setelah survei di sejumlah kota dalam propinsi tersebut yang dianggap representatif, diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak(KHL) – dulu disebut Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Berdasarkan KHL, DPD mengusulkan upah minimum regional (UMR) kepada Gubernur untuk disahkan. Komponen kebutuhan hidup layak digunakan sebagai dasar penentuan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup pekerja lajah)Saat ini UMR juga dienal dengan istilah Upah Minimum Propinsi (UMP) karena ruang cakupnya biasanya hanya meliputi suatu propinsi. Selain itu setelah berlaku penuh, dikenal juga istilah Upah Minimum Kota/Kabupaten(UMK).
8
Daftar Upah Minimum (UMR) jawa barat tahun 2010
no | Kota/Kabupaten | UMR |
1. | Cirebon | Rp.825.000 |
2. | Garut | Rp.725.000 |
3. | Indramayu | Rp.854.145 |
4. | Karawang | Rp.1.111.000 |
5. | Karawang Tekstil/Garmen | Rp.1.117.500 |
6. | Karawang Lain-Lain | Rp.1.136.778 |
7. | Kuningan | Rp.700.000 |
8. | Majalengka | Rp.720.000 |
9. | Majalengka Lain-Lain | Rp.860.000 |
10. | Majalengka Perdagangan | Rp.835.000 |
11. | Purwakarta | Rp.890.000 |
12. | Purwakarta Tekstil/Garmen | Rp.1.015.000 |
13. | Purwakarta Lain-Lain | Rp.1.015.000 |
14. | Subang | Rp.746.000 |
15. | Subang Manufactur | Rp.941.000 |
16. | Sukabumi | Rp.671.500 |
17. | Sumedang | Rp.1.015.000 |
18. | Tasikmalaya | Rp.775.000 |
19. | Kota Bandung | Rp.1.118.000 |
20. | Kota Banjar | Rp.689.800 |
21. | Kota Bekasi | Rp.1.155.000 |
22. | Kota Bekasi Tekstil/Garmen | Rp.1.275.000 |
23. | Kota Bekasi Otomotif | Rp.1.300.000 |
24. | Kota Bogor | Rp.971.200 |
25. | Kota Cimahi | Rp.1.107.304 |
26. | Kota Cirebon | Rp.840.000 |
27. | Kota Depok | Rp.1.157.000 |
28. | Kota Sukabumi | Rp.850.000 |
29. | Kota Tasikmalaya | Rp.780.000 |
30. | Kabupaten bandung | Rp.1.060.500 |
31. | Kabupaten Bandung Barat | Rp.1.105.225 |
32. | Kabupaten Bekasi | Rp.1.168.974 |
33. | Kabupaten Cianjur | Rp.743.500 |
34. | Ciamis | Rp.699.815 |
9
F. Perbandingan Upah Tenaga Kerja Indonesia Dengan Negara Lain
Dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia, upah tenaga kerja Indonesia paling murah. Kondisi ini dimanfaatkan pemerintah untuk mengundang investasi-investasi dari negara asing untuk masuk ke dalam negeri.
Di brosur BKPM, upah TKI lebih rendah dari di China, Thailand, dan India, bahkan Vietnam. Dan sekarang sudah diakui komunitas internasional upah tenaga kerja China lebih tinggi dari negara Asia lain. Tinggal penyikapan UU Tenaga Kerja saja, murahnya ongkos tenaga kerja ini membuat beberapa investor besar berencana untuk membangun basis manufaktur di Indonesia. Seperti, produsen barang-barang elektronik LG dan produsen sepatu olahraga yaitu Nike.
Di brosur BKPM, upah TKI lebih rendah dari di China, Thailand, dan India, bahkan Vietnam. Dan sekarang sudah diakui komunitas internasional upah tenaga kerja China lebih tinggi dari negara Asia lain. Tinggal penyikapan UU Tenaga Kerja saja, murahnya ongkos tenaga kerja ini membuat beberapa investor besar berencana untuk membangun basis manufaktur di Indonesia. Seperti, produsen barang-barang elektronik LG dan produsen sepatu olahraga yaitu Nike.
Nike misalnya, akan kembali memperbesar order sepatunya dari Indonesia, yakni mencapai 300 juta pasang sepatu atletik dalam satu tahun ini. Sedangkan LG akan memindahkan basis produksinya ke Asia Tenggara termasuk Indonesia, khususnya untuk pembuatan TV yang nilainya miliaran dolar.
G. Upah Tenaga Kerja Asing
Besaran gaji rata-rata Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia mencapai Rp 25-50 juta. Dari besaran itu, gaji para TKA di sektor konstruksi, dan sektor pertambangan dan penggalian jadi yang tertinggi, mencapai di atas Rp 125 juta/bulan.
Demikian hasil survei Bank Indonesia (BI) yang dikutip Senin (25/10/2010).
Dari survei tersebut dikatakan, selain gaji Rp 25-50 juta/bulan, para TKA ini juga memperoleh tunjangan jabatan dengan kisaran Rp 10-25 juta/bulan.
Gaji TKA tertinggi adalah yang bekerja di sektor konstruksi, serta pertambangan dan penggalian yang jumlahnya di atas Rp 125 juta/bulan. Sementara yang paling rendah adalah di sektor Pertanian dan sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa yaitu di bawah Rp 10 juta.
Berdasarkan asal negara, disebutkan TKA asal AS dan Eropa rata-rata mendapatkan gaji Rp 25-50 juta per bulan di Indonesia, Sedangkan TKA asal Oceania mendapatkan gaji di atas Rp 125 juta/bulan. Lalu terkecil adalah TKA asal Afrika dan Timur Tengah dengan gaji di bawah Rp 10 juta/bulan.
Dari hasil survei BI tersebut, sebagian besar gaji yang diterima oleh para TKA ini digunakan untuk konsumsi, sisanya untuk ditabung dan dikirim ke negara asalnya (remitansi).
Rata-rata remitansi yang dikirim oleh TKA ini adalah Rp 10 juta/bulan. Jika dibandingkan dengan rata-rata gaji mereka yang sebesar Rp 25-50 juta/bulan, maka porsi gaji yang dikirim ke negara asal adalah 20-40%
Demikian hasil survei Bank Indonesia (BI) yang dikutip Senin (25/10/2010).
Dari survei tersebut dikatakan, selain gaji Rp 25-50 juta/bulan, para TKA ini juga memperoleh tunjangan jabatan dengan kisaran Rp 10-25 juta/bulan.
Gaji TKA tertinggi adalah yang bekerja di sektor konstruksi, serta pertambangan dan penggalian yang jumlahnya di atas Rp 125 juta/bulan. Sementara yang paling rendah adalah di sektor Pertanian dan sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa yaitu di bawah Rp 10 juta.
Berdasarkan asal negara, disebutkan TKA asal AS dan Eropa rata-rata mendapatkan gaji Rp 25-50 juta per bulan di Indonesia, Sedangkan TKA asal Oceania mendapatkan gaji di atas Rp 125 juta/bulan. Lalu terkecil adalah TKA asal Afrika dan Timur Tengah dengan gaji di bawah Rp 10 juta/bulan.
Dari hasil survei BI tersebut, sebagian besar gaji yang diterima oleh para TKA ini digunakan untuk konsumsi, sisanya untuk ditabung dan dikirim ke negara asalnya (remitansi).
Rata-rata remitansi yang dikirim oleh TKA ini adalah Rp 10 juta/bulan. Jika dibandingkan dengan rata-rata gaji mereka yang sebesar Rp 25-50 juta/bulan, maka porsi gaji yang dikirim ke negara asal adalah 20-40%
10
Berdasarkan daerahnya, mayoritas TKA berada di pulau Jawa (83%) mencakup DKI Jakarta (48%), Jawa Barat (22%), Banten (9%) dan Jawa Timur (3%). Adapun sisanya berasal dari luar Jawa (17%) meliputi beberapa provinsi Kepri/Riau (11%), Kaltim (4%) dan Bali (3%)
Yang sangat memalukan adalah, pekerja rumah tangga Indonesia yang sudah mengabdikan waktu dan tenaganya untuk keluarga Malaysia sehari penuh justru dibayar dengan upah sangat rendah. Perilaku diskriminatif itu semakin jelas ketika pekerja rumah tangga dari negara lain secara otomatis menerima upah yang lebih tinggi.
Sebagian besar dari 300 ribu pekerja sektor domestik di Malaysia adalah pekerja yang berasal dari Indonesia. Kebanyakan mereka bekerja hingga 18 jam perhari, tujuh hari seminggu, dengan upah sebesar 400 - 600 ringgit (1,1 - 1,6 juta rupiah) perbulan. Pada umumnya upah pekerja rumah tangga juga dipotong selama enam bulan pertama untuk membayar ongkos perekrutan agen tenaga kerja yang sudah menyalurkan mereka ke tempat kerja.
Dengan adanya potongan upah untuk membayar ongkos perekrutan itu, pekerja rumah tangga Indonesia hanya mendapat gaji sebesar 300 - 450 ringgit (840 ribu -1,2 juta rupiah) perbulan untuk masa kontrak kerja selama dua tahun.
Dengan tidak adanya peraturan pemerintah, agen tenaga kerja dan majikan pada umumnya mematok upah pekerja rumah tangga berdasarkan standar yang berlaku di negara asal dan bukan berdasarkan latar belakang pendidikan dan pengalaman mereka. Pekerja rumah tangga asal Filipina memperoleh gaji paling tinggi sebesar 400 dolar Amerika karena persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah Filipina. Dibandingkan dengan negara lain yang menerima tenaga kerja Indonesia dalam jumlah banyak, Malaysia merupakan negara yang menetapkan upah terendah. Sebagai contoh, Arab Saudi mewajibkan majikan untuk memberi upah sebesar 800 rial (1,9 juta rupiah) perbulan tanpa potongan apapun.
Keluhan terbanyak yang disampaikan oleh pekerja rumah tangga adalah berkisar pada upah yang tidak dibayar dan mencuatnya berbagai kasus penyiksaan yang mendorong pemerintah Indonesia untuk menunda pengiriman tenaga kerja ke Malaysia pada bulan Juni 2009 hingga adanya mekanisme perlindungan yang jelas. Setelah melalui beberapa perundingan yang berlarut-larut, Indonesia dan Malaysia masih belum sepakat atas tuntutan Indonesia mengenai penetapan standar upah minimum dan dalam rancangan kesepakatan saat ini terdapat pasal yang rentan terhadap penyalahgunaan dimana majikan diperbolehkan memberi uang pengganti jika pekerja tidak mengambil hari libur. Di samping itu Human Rights Watch juga menekankan bahwa ongkos perekrutan masih merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian serius.
11
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian bahasan”Sistem Pengupahan Tenaga Kerja”,dapat disimpulkan bahwa:
1. Sistem pengupahan tenaga kerja berdasarkan Upah Minimum Regional(UMR).
2. Tenaga kerja asing masih di gaji besar dibandingkan tenaga kerja Indonesia.
3. Pengupahan belum sesuai dengan Undang-Undang no.13 tahun 2003.
B. Saran
Dengan demikian penyusun memberikan saran sebagai berikut:1. Seharusnya sebelum tenaga kerja di terima diperusahaan tertentu harus di lakukan terlebih dahulu pelatihan secara maksimal supaya upah yang didapat oleh tenaga kerja Indonesia sama dengan upah tenaga kerja asing.
2. Perusahaan sebaiknya memperhatikan Undang-Undang no.13 tahun 2003 karena tidak semua tenaga kerja mendapatkan hakny sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3. Pemerintah harus bisa melindungi tenaga kerja rumah tangga yang bekerja di Negara lain supaya hak mereka terutama dalam pengupahan dan tidak terjadi pelecehan,penyiksaan dll.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://www.jevuska.com
http://www.find-doc.com
http://www.anehni.com
Http://www.jevuska.com13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar